Rutinitas Pembacaan Rotibul Haddad Dua Minggu Sekali oleh MDS Rijalul Ansor PAC Besuki


Ansor Besuki — Majelis Dzikir dan Sholawat (MDS) Rijalul Ansor Pimpinan Anak Cabang (PAC) Besuki rutin menggelar pembacaan Rotibul Haddad setiap dua minggu sekali. Kegiatan ini menjadi agenda tetap sebagai bentuk ikhtiar spiritual sekaligus penguatan ukhuwah antar kader Ansor.

Di bawah nahkoda Gus Imam Subki, rutinitas dzikir tersebut dilaksanakan secara anjangsana dari Kantor MWCNU Besuki dan disetiap Ranting Ansor Besuki. 

Selain pembacaan Rotibul Haddad, acara juga diisi dengan pembacaan sholawat, doa bersama untuk keselamatan bangsa, kiai, dan warga Nahdliyin serta musyawarah rutin Ansor Besuki. Kegiatan ini bukan hanya sekadar tradisi wirid, tapi juga bentuk penguatan spiritual, mempererat persaudaraan, dan menjaga warisan amaliyah para ulama Ahlussunnah wal Jama'ah.

Alhamdulillah, antusiasme kader Ansor Besuki terlihat di setiap pelaksanaan. Ke depan, rutinitas ini bisa terus berjalan istiqomah dan melibatkan lebih banyak generasi muda, khususnya kader Ansor dan Banser di wilayah Besuki. InsyaAllah dengan wasilah dzikir bersama ini, kita semua diberi keberkahan dan kekuatan dalam menjaga agama, bangsa, dan tradisi Nahdlatul Ulama.


Bagikan:

PERATURAN DASAR DAN PERATURAN RUMAH TANGGA GERAKAN PEMUDA ANSOR

Dalam hasil Kongres XVI gerakan pemuda ansor KM Kelud, perairan laut jawa 2024. 

Diterbitkan oleh : 

Sekretariat Jendral Pimpinan Pusat 

Gerakan Pemuda Ansor 

Jl Kramat Raya No. 65A Jakarta Pusat 10450.


PD PRT di atas bisa dinduh di tautan ini.


Bagikan:

Aklamasi, Gus H. Moh. Najiburrahman Nahkoda Baru GP Ansor Besuki Periode 2025-2028

Ansor - Pimpinan Anak Cabang (PAC) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kecamatan Besuki menggelar Konferensi Anak Cabang (Konferancab) yang ke VIII. Kegiatan tersebut digelar pada minggu (09/02/25), bertempat di Pondok Pesantren Syamsul Jinan, Desa Sumberejo, Kecamatan Besuki, Kabupaten Situbondo.

Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Kabupaten Situbondo, Wakil Ketua Pengurus Cabang (PC) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Situbondo, serta pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Kecamatan Besuki dan Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Widoropayung.

Konferensi yang ke VIII ini juga bertujuan untuk memperkuat tali silaturahmi antar anggota, pengurus, serta meneguhkan komitmen dalam menjalankan visi dan misi organisasi. Diharapkan, hasil dari konferensi ini dapat memberikan panduan yang jelas bagi GP Ansor Besuki di masa yang akan datang.

Dalam sambutannya setelah secara resmi mengemban amanah sebagai Ketua GP Ansor Besuki, Gus Najib, yang akrab disapa demikian, ia menyampaikan bahwasanya "Dengan amanah dan kepercayaan yang diberikan oleh sahabat-sahabat kepada saya, tentu saja ini menjadi tanggung jawab yang besar. Keberhasilan GP Ansor Besuki tidak akan tercapai tanpa kerjasama kita semua. Oleh karena itu, mari kita saling berkontribusi sesuai dengan kemampuan masing-masing. Kita perlu banyak berkomunikasi dan bekerja sama demi terwujudnya Ansor yang lebih teratur dan terarah, bukan hanya berjalan stagnan saja."

Wakil Ketua PC GP Ansor Situbondo, Fawaid Aziz, dalam sambutannya juga menekankan pentingnya proses kaderisasi sebagai tulang punggung organisasi. Ia menyampaikan, kita harus mengutamakan sinergitas dengan semua pihak agar keberadaan GP Ansor benar-benar dirasakan oleh masyarakat. Selain itu, kontribusi Ansor terhadap kegiatan Nahdlatul Ulama (NU) sangatlah penting. Mari kita dukung perjuangan para kiai NU serta tradisi NU yang ada di Kabupaten Situbondo.

"Dengan terpilihnya Gus Najib sebagai Ketua baru GP Ansor Kecamatan Besuki periode 2025-2028, di harapkan semoga dapat mengemban amanah dengan baik, dan berkontribusi penuh untuk kemajuan GP Ansor Kecamatan Besuki untuk kedepannya." Harapnya.

Bagikan:

Ratibul Haddad

Ratibul Haddad (youtube.com/NU Online) 

Salah satu dzikir yang sering dibaca oleh kalangan masyarakat Muslim secara luas, khususnya di Nusantara, adalah Ratibul Haddad. Dalam PAC GP Ansor Besuki sendiri, Ratibul Haddad rutin dibaca bersama-sama di Majelis Dzikir dan Sholawat (MDS) Rijalul Ansor setiap malam Selasa. Ratibul Haddad adalah dzikir yang disusun oleh seorang ulama terkemuka dari Hadramaut, yaitu Abdullah bin ‘Alawi bin Muhammad al-Haddad. Beliau adalah seorang mujaddid (pembaharu) pada masanya. Karya tulis beliau terbilang cukup banyak dan tersebar di berbagai belahan dunia, di antaranya adalah an-Nashaih ad-Diniyah dan Risalah al-Mu’awanah, dan an-Nafais al-‘Alawiyah fi al-Masa’il as-Shufiyah.  

Ratibul Hadad disusun pada tahun 1071 hijriah. Itu bermula ketika para pemuka Hadramaut merasa khawatir akan masuknya kelompok Syi'ah Zaidiyah di wilayah Hadramaut. Mereka khawatir akidah Syi'ah Zaidiyah akan mempengaruhi terhadap keyakinan orang awam yang sejak lama berpegang teguh pada akidah Ahlussunnah wal Jama’ah yang telah diajarkan oleh para Salafus Shalih. Berdasarkan hal ini, mereka menghadap kepada al-Qutb Abdullah bin ‘Alawi al-Haddad agar diberi bacaan supaya hal yang mereka khawatirkan tidak terjadi. Beliau pun menuliskan wirid yang nantinya dikenal dengan nama Ratibul Haddad ini. Semenjak itu, bacaan Ratibul haddad banyak dibaca di berbagai tempat di penjuru dunia hingga sekarang.

Di bawah ini adalah bacaan Ratibul Haddad yang menjadi bacaan rutin saat MDS Rijalul Ansor di PAC GP Ansor Besuki. 


Ratibul Haddad ini bisa juga diunduh melalui tautan ini


Bagikan:

Sanad Itu Penting!

Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim. Menjadi pribadi yang berilmu menjadikan diri kita memiliki derajat yang lebih tinggi. Namun, bila ilmu tanpa memiliki sanad, maka gurunya tak lain dan tak bukan adalah setan. Mengapa? Karena ilmu agama bukan ilmu yang sifatnya coba-coba, tetapi ini menyangkut perilaku akhlak dunia dan akhirat. Salah pengamalan akan mengantarkan pada kesesatan. Jika ingin memiliki ilmu agama yang benar, maka hendaklah menghadiri majelis taklim yang dibimbing oleh ustaz atau ulama.

Ilustrasi para santri di pesantren (unsplash.com/Mufid Majnun)

Belajar agama tidak cukup dengan membaca buku-buku, apalagi sebatas terjemahan, menonton Youtube, atau mendengarkan podcast semata. Ilmu yang didapat dari sosok guru yang jelas dan mempunyai sanad, maka muaranya akan menghasilkan ilmu yang bisa menentramkan hati dan menjernihkan akal pikiran, bukan justru menghasilkan kegemaran dalam saling menyalahkan.

Kita tahu di era kiwari banyak sekali fenomena yang membuat hati miris. Amat banyak oknum yang berlabel ustaz atau ulama dengan mudah mengadu domba antarmasyarakat menggunakan dalih-dalih dari ayat-ayat Al-Qur’an. Hal ini tak ayal membuat masyarakat berpikir bahwa pemahaman agama dalam dirinya adalah pemahaman yang paling benar dan kemudian menyalahkan pemikiran dan pemahaman orang lain di luar dirinya, seperti halnya pertikaian statement benar dan salah yang acap kali terjadi.

Keadaan kini telah mencemaskan dan memprihatinkan. Betapa mudah dan jamak dijumpai di zaman ini orang-orang yang tidak jelas diketahui kepada siapa ia pernah belajar agama, tidak jelas dikenal telah berapa lama mereka pernah mengaji, dan tidak jelas dan teruji pula keilmuannya dalam bidang agama. Lalu, dengan tiba-tiba mereka dengan pongah menyandang gelar “ustaz”, bahkan anehnya ada yang baru saja menjadi mualaf, memberikan ceramah berapi-api, tapi isinya propaganda dan agitasi belaka.

Mayoritas ceramah mereka nirguna dan hanya didominasi hujatan, cercaan, dan cacian kepada siapa pun di luar golongannya. Mungkin, mereka pikir memberi ceramah agama adalah profesi yang mudah mendatangkan cuan dan bisa mengangkat kehormatan yang bisa digunakan untuk tujuan duniawi sembari bersembunyi di balik narasi kemaslahatan umat dan kemanusiaan. 

Di lain pihak, orang-orang yang belajar agama belasan, bahkan puluhan tahun di pesantren akan merasa heran dan tak habis pikir mengapa banyak orang mau bermakmum di belakang para “ustaz” seperti itu dengan segala kefanatikannya. Imam Bukhari di dalam kitab Shahih Bukharinya berkata, 

تعلموا العلم قبل الظانين 

“Mengajilah (belajarlah) dengan bersungguh-sungguh sebelum kamu bertemu dengan masanya orang yang berbicara ilmu yang hanya bermodalkan prasangka”. Kutipan Imam Bukhori tersebut lantas disyarahi oleh Imam Nawawi yang berbunyi,

تعلموا العلم من اهل العلم المحققين الوارعين قبل مجيئ قوم يتكلمون بظنونهم التي ليس لها مستند شرعي

“Mengajilah (belajarlah) dengan bersungguh-sungguh kepada orang yang benar-benar berilmu sebelum kamu bertemu dengan masanya orang yang berbicara ilmu yang hanya bermodalkan prasangka tanpa sandaran yang jelas”.

Maqolah kedua ulama di atas menunjukkan kepada kita pentingnya berilmu kepada guru atau ulama yang memiliki sanad yang jelas. Hal ini yang akan kemudian mampu menjauhkan kita dari kesesatan dalam beragama. Ulama adalah pewaris para nabi. Setelah kenabian ditutup dengan diutusnya Rasulullah saw., maka warisan keilmuan keagamaan berada dalam tanggung jawab para ulama. Penting untuk menengok, mempelajari, dan belajar langsung kepada para ulama untuk menjaga kesinambungan ilmu dari Rasulullah saw. 

Fenomena lain yang membuat miris sekaligus prihatin adalah banyaknya muslim yang kurang hati-hati dan selektif dalam memilih ulama atau ustaz dalam belajar agama. Di zaman ini, masyarakat muslim memiliki tendesi untuk berhati-hati dan selektif dalam urusan dunianya saja. Ambil contoh bila seseorang sedang sakit, maka ia akan sangat hati-hati dalam mencari dokter sekaligus rumah sakit yang akan merawatnya. Ia akan lebih memilih dokter spesialis cum berpengalaman untuk membantunya mencapai kesembuhan. Abdullah bin Mubarak rahimahumullah di kitab Shahih Muslim berkata,

الإسناد من الدين لولا الإسناد لقال من شاء على ما شاء

“Sanad adalah bagian dari agama. Kalau bukan karena sanad, pasti siapa pun bisa berkata dengan apa yang dia kehendaki”. 

Sayangnya, di zaman ini para ustaz gadungan mendominasi dan mengalirkan paham liberal kepada masyarakat awam tanpa mengkaji sesuatu yang disampaikannya dan lebih ironisnya lagi masyarakatnya pun tidak mengkaji dan meneliti apa yang disampaikan mereka.

Jangankan isi atau substansi yang disampaikan, kriteria seseorang bisa disebut sebagai ustaz pun tidak dipedulikan dan diperhatikan. Imam Bukhari yang terkenal sebagai ahli hadis mempunyai guru yang berjumlah 1.080 ulama. Jadi, dapat disimpulkan jika belajar agama tanpa guru sangat rawan gagal paham akan dalil-dalil dalam agama, dan rawan dengan kesesatan. Jika seseorang ingin mengetahui makna yang  terkandung dalam Al-Qur’an tanpa proses belajar dari bimbingan guru atau ulama niscaya ia akan menemui kesulitan dan merasa waswas dalam beragama. 

Seyogianya, masyarakat harus memiliki guru yang mempunyai kemampuan dan sanad keilmuan yang jelas. Ini penting karena sanad ilmu menunjukkan pentingnya otoritas dalam berilmu agama. Terlebih bagi masyarakat muslim yang masih awam dan tidak memiliki kemampuan menggali serta meneliti suatu persoalan dalam ilmu agama, maka ia diwajibkan memiliki guru yang dapat membimbingnya agar tidak tersesat dalam pemahamannya.

Wallahu ’Alam Bisshowab

Oleh: Muhammad Haris Miftah Sibawayhie 

Penulis adalah alumni Pondok Pesantren Al Falah, Ploso Mojo, Kediri dan sekarang sedang mengambil Sarjana Strata 1 pada Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, UIN Sunan Ampel, Surabaya

Bagikan:

PD PRT Ansor Terbaru

Berikut adalah Peraturan Dasar (PD) dan Peraturan Rumah Tangga (PRT) Gerakan Pemuda Ansor hasil Kongres XV GP Ansor Tahun 2015 di Pondok Pesantren Sunan Pandanaran Yogyakarta cetakan I, Dzulhijjah 1437 H / September 2016 M yang diterbitkan oleh Sekretariat Jenderal Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Jl. Kramat Raya No. 65A Jakarta Pusat 10450.

PD PRT di atas bisa diunduh di tautan ini

Bagikan:

Jadwal Sholat

Statistik Halaman

Flag Counter